Buaya Perompak adalah seekor buaya jadi-jadian yang dulu pernah
menghuni Sungai Tulang Bawang, Provinsi Lampung, Indonesia. Buaya
jadi-jadian ini terkenal sangat ganas. Konon, sudah banyak manusia yang
menjadi korban keganasan buaya itu. Pada suatu hari, seorang gadis
rupawan yang bernama Aminah tiba-tiba hilang saat sedang mencuci di tepi
Sungai Tulang Bawang. Benarkah Buaya itu yang menculik Aminah? Lalu
bagaimana dengan nasib Aminah selanjutnya? Ikuti kisahnya dalam cerita
Buaya Perompak berikut ini!
Alkisah, Sungai Tulang Bawang sangat
terkenal dengan keganasan buayanya. Setiap nelayan yang melewati sungai
itu harus selalu berhati-hati. Begitupula penduduk yang sering mandi dan
mencuci di tepi sungai itu. Menurut cerita, sudah banyak manusia yang
hilang begitu saja tanpa meninggalkan jejak sama sekali.
Pada suatu hari, kejadian yang mengerikan itu terulang kembali.
Seorang gadis cantik yang bernama Aminah tiba-tiba hilang saat sedang
mencuci di tepi sungai itu. Anehnya, walaupun warga sudah berhari-hari
mencarinya dengan menyusuri tepi sungai, tapi tidak juga menemukannya.
Gadis itu hilang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Sepertinya ia
sirna bagaikan ditelan bumi. Warga pun berhenti melakukan pencarian,
karena menganggap bahwa Aminah telah mati dimakan buaya.
Sementara itu, di sebuah tempat di dasar sungai tampak seorang gadis
tergolek lemas. Ia adalah si Aminah. Ia baru saja tersadar dari
pingsannya.
“Ayah, Ibu, aku ada di mana? gumam Aminah setengah sadar memanggil kedua orangtuanya.
Dengan sekuat tenaga, Aminah bangkit dari tidurnya. Betapa
terkejutnya ia ketika menyadari bahwa dirinya berada dalam sebuah gua.
Yang lebih mengejutkannya lagi, ketika ia melihat dinding-dinding gua
itu dipenuhi oleh harta benda yang tak ternilai harganya. Ada permata,
emas, intan, maupun pakaian indah-indah yang memancarkan sinar
berkilauan diterpa cahaya obor yang menempel di dinding-dinding gua.
“Wah, sungguh banyak perhiasan di tempat ini. Tapi, milik siapa ya?” tanya Aminah dalam hati.
Baru saja Aminah mengungkapkan rasa kagumnya, tiba-tiba terdengar sebuah suara lelaki menggema.
“Hai, Gadis rupawan! Tidak usah takut. Benda-benda ini adalah milikku.”
Alangkah terkejutnya Aminah, tak jauh dari tempatnya duduk terlihat samar-samar seekor buaya besar merangkak di sudut gua.
“Anda siapa? Wujud anda buaya, tapi kenapa bisa berbicara seperti manusia?” tanya Aminah dengan perasaan takut.
“Tenang, Gadis cantik! Wujudku memang buaya, tapi sebenarnya aku
adalah manusia seperti kamu. Wujudku dapat berubah menjadi manusia
ketika purnama tiba.,” kata Buaya itu.
“Kenapa wujudmu berubah menjadi buaya?” tanya Aminah ingin tahu.
“Dulu, aku terkena kutukan karena perbuatanku yang sangat jahat.
Namaku dulu adalah Somad, perampok ulung di Sungai Tulang Bawang. Aku
selalu merampas harta benda setiap saudagar yang berlayar di sungai ini.
Semua hasil rampokanku kusimpan dalam gua ini,” jelas Buaya itu.
“Lalu, bagaimana jika Anda lapar? Dari mana Anda memperoleh makanan?” tanya Aminah.
“Kalau aku butuh makanan, harta itu aku jual sedikit di pasar desa di
tepi Sungai Tulang Bawang saat bulan purnama tiba. Tidak seorang
penduduk pun yang tahu bahwa aku adalah buaya jadi-jadian. Mereka juga
tidak tahu kalau aku telah membangun terowongan di balik gua ini.
Terowongan itu menghubungkan gua ini dengan desa tersebut,” ungkap Buaya
itu.
Tanpa disadarinya, Buaya Perompak itu telah membuka rahasia gua
tempat kediamannya. Hal itu tidak disia-siakan oleh Aminah. Secara
seksama, ia telah menyimak dan selalu akan mengingat semua keterangan
yang berharga itu, agar suatu saat kelak ia bisa melarikan diri dari gua
itu.
“Hai, Gadis Cantik! Siapa namamu?” tanya Buaya itu.
“Namaku Aminah. Aku tinggal di sebuah dusun di tepi Sungai Tulang Bawang,” jawab Aminah.
“Wahai, Buaya! Bolehkah aku bertanya kepadamu?” tanya Aminah
“Ada apa gerangan, Aminah? Katakanlah!” jawab Buaya itu.
“Mengapa Anda menculikku dan tidak memakanku sekalian?” tanya Aminah heran.
“Ketahuilah, Aminah! Aku membawamu ke tempat ini dan tidak
memangsamu, karena aku suka kepadamu. Kamu adalah gadis cantik nan
rupawan dan lemah lembut. Maukah Engkau tinggal bersamaku di dalam gua
ini?” tanya Buaya itu.
Mendengar pertanyaan buaya itu, Aminah jadi gugup. Sejenak, ia terdiam dan termenung.
“Ma… maaf, Buaya! Aku tidak bisa tinggal bersamamu. Orangtuaku pasti akan mencariku,” jawab Aminah menolak.
Agar Aminah mau tinggal bersamanya, buaya itu berjanji akan memberinya hadiah perhiasan.
“Jika Engkau bersedia tinggal bersamaku, aku akan memberikan semua
harta benda yang ada di dalam gua ini. Akan tetapi, jika kamu menolak,
maka aku akan memangsamu,” ancam Buaya itu.
Aminah terkejut mendengar ancaman Buaya itu. Namun, hal itu tidak
membuatnya putus asa. Sejenak ia berpikir mencari jalan agar dirinya
bisa selamat dari terkaman Buaya itu.
“Baiklah, Buaya! Aku bersedia untuk tinggal bersamamu di sini,” jawab Aminah setuju.
Rupanya, Aminah menerima permintaan Buaya itu agar terhindar dari
acamana Buaya itu, di samping sambil menunggu waktu yang tepat agar bisa
melarikan diri dari gua itu.
Akhirnya, Aminah pun tinggal bersama Buaya Perompak itu di dalam gua.
Setiap hari Buaya itu memberinya perhiasan yang indah dan mewah.
Tubuhnya yang molek ditutupi oleh pakaian yang terbuat dari kain sutra.
Tangan dan lehernya dipenuhi oleh perhiasan emas yang berpermata intan.
Pada suatu hari, Buaya Perompak itu sedikit lengah. Ia tertidur pulas
dan meninggalkan pintu gua dalam keadaan terbuka. Melihat keadaan itu,
Aminah pun tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan.
“Wah, ini kesempatan baik untuk keluar dari sini,” kata Aminah dalam hati.
Untungnya Aminah sempat merekam dalam pikirannya tentang cerita Buaya
itu bahwa ada sebuah terowongan yang menghubungkan gua itu dengan
sebuah desa di tepi Sungai Tulang Bawang. Dengan sangat hati-hati,
Aminah pun keluar sambil berjingkat-jingkat. Ia sudah tidak sempat
berpikir untuk membawa harta benda milik sang Buaya, kecuali pakaian dan
perhiasan yang masih melekat di tubuhnya.
Setelah beberapa saat mencari, Aminah pun menemukan sebuah terowongan
yang sempit di balik gua itu dan segera menelusurinya. Tidak lama
kemudian, tak jauh dari depannya terlihat sinar matahari memancar masuk
ke dalam terowongan. Hal itu menandakan bahwa sebentar lagi ia akan
sampai di mulut terowongan. Dengan perasaan was-was, ia terus menelusuri
terowongan itu dan sesekali menoleh ke belakang, karena khawatir Buaya
Perompak itu terbangun dan membututinya. Ketika ia sampai di mulut
terowongan, terlihatlah di depannya sebuah hutan lebat. Alangkah
senangnya hati Aminah, karena selamat dari ancaman Buaya Perompak itu.
“Terima kasih Tuhan, aku telah selamat dari ancaman Buaya Perompak itu,” Aminah berucap syukur.
Setelah itu, Aminah segera menyusuri hutan yang lebat itu. Setelah
beberapa jauh berjalan, ia bertemu dengan seorang penduduk desa yang
sedang mencari rotan.
“Hai, Anak Gadis! Kamu siapa? Kenapa berada di tengah hutan ini seorang diri?” tanya penduduk desa itu.
“Aku Aminah, Tuan!” jawab Aminah.
Setelah itu, Aminah pun menceritakan semua peristiwa yang dialaminya
hingga ia berada di hutan itu. Oleh karena merasa iba, penduduk desa itu
pun mengantar Aminah pulang ke kampung halamannya. Sesampai di
rumahnya, Aminah pun memberikan penduduk desa itu hadiah sebagian
perhiasan yang melekat di tubuhnya sebagai ucapan terima kasih.
Akhirnya, Aminah pun selamat kembali ke kampung halamannya. Seluruh
penduduk di kampungnya menyambutnya dengan gembira. Ia pun menceritakan
semua kejadian yang telah menimpanya kepada kedua orangtuanya dan
seluruh warga di kampungnya. Sejak itu, warga pun semakin berhati-hati
untuk mandi dan mencuci di tepi Sungai Tulang Bawang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar